Memasuki minggu keempat perkuliahan daring untuk mendukung anjuran pemerintah #dirumahaja agaknya mulai membuat mahasiswa mulai merasakan dampaknya, baik positif maupun negatif. Sejak BNPB memutuskan pandemi Covid-19 sebagai bencana nasional, kita sebagai mahasiswa tentunya dituntut menyeimbangkan antara kondisi mental, kondisi fisik dan tetap melaksanakan kewajiban sebagai mahasiswa. Karantina mandiri dan menjauhi kerumunan wajib dilakukan saat penyebaran Covid-19 semakin menggila seperti sekarang ini.

Sebagai seorang mahasiswi di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Kota Solo, sebut saja IAIN Surakarta, saya merasakan betapa amat sangat nikmatnya #kuliahdirumah dengan sistem perkuliahan daring. Siapa yang pernah membayangkan kuliah bisa sambil rebahan, menyimak dosen menyampaikan materi lewat audio WhatsApp disambi ngemil poki-poki. Sungguh kenikmatan yang haqiqi! Untuk bermimpi saja, saya rasa belum pernah mimpi bisa kuliah sambil rebahan, rutin setiap hari. Bahkan nonton film di bioskop aja itu sambil duduk.

Kenikmatan selanjutnya, kita memiliki kesempatan untuk menjadi mahasiswa yang aktif dalam kegiatan perkuliahan. Aktif membalas pesan dosen di grup mata kuliah misalnya. Inilah salah satu bukti bahwa bersilat jempol bisa lebih lihai daripada bersilat lidah. Mahasiswa yang biasanya silent mode ketika di kelas, akhirnya berani speak up dan unjuk gigi, lalu kita semua menyadari bahwa sebetulnya mereka ini sangat pantas untuk disebut sebagai aset kampus yang bermutu tinggi. Begitu pun dosen, yang biasanya dinobatkan sebagai dosen killer ternyata bisa menjadi friendly dan asyique, sudah macam teman nongkrong ketika di grup WA online class. Agaknya memang banyak sekali keajaiban di perkuliahan daring ini ya.

Tapi dari semua yang tertulis di atas, kemungkinan hal-hal tersebut bisa menjadi sebuah keresahan ketika pada situasi dan kondisi perkuliahan tatap muka. Tentunya dengan sesuatu yang berbanding terbalik. Begitu pun sesuatu yang biasanya bukan menjadi masalah ketika perkuliahan secara langsung, dapat menjadi masalah di sistem perkuliahan daring. Para mahasiswa mulai resah dan gundah. Mulai dari tugas-tugas yang dianggap menumpuk membuat tekanan batin. Serius, menghadapi pandemi ini saja sudah membuat mental sebagian orang terganggu karena cemas, paranoid ditambah dengan mengkonsumsi beberapa berita dari media yang efeknya membuat kita menjadi takut. Sebetulnya tugas itu adalah hal yang wajar, bahkan ketika perkuliahan offline pun banyak tugas merupakan hal biasa. Namanya juga jadi mahasiswa Institut yang otewe Universitas, pasti masalah mengerjakan tugas nggak akan menye-menye.

Tapi yang menjadi sumber dari keresahan ini adalah permasalahan deadline yang kejar-kejaran dengan mata kuliah lain. Salah satu yang menjadi penyebabnya karena tidak adanya komunikasi yang intens antara mahasiswa dengan dosen, sehingga tugas-tugas menjadi tidak terkoordinasi dengan baik. Oke gini, sederhananya ketika dosen memberikan deadline tugas di kelas, biasanya ada satu dua mahasiswa yang culametan berusaha bernegosiasi masalah waktu pengumpulan agar tidak bentrok dengan tugas yang lain (padahal sih ya emang biar molor aja, biar santuy). Nah, sedangkan di sistem perkuliahan daring ini mahasiswa cenderung menerima apa pun perintah dosen karena kebanyakan keputusan dosen di kondisi sekarang bersifat mutlak, tidak bisa diganggu gugat.

Keresahan akan tugas-tugas ini juga dipengaruhi oleh cara dosen mengajar secara daring. Beberapa ada yang sangat intens berkomunikasi dengan mahasiswanya, melakukan diskusi dan memaparkan materi. Tapi beberapa yang lain sekedar memberikan tugas mingguan. Beberapa dosen yang lain lagi hanya membagikan materi dalam bentuk soft file tanpa ada penjelasan lebih lanjut.  Itu hak beliau para dosen, tidak ada yang salah. Namun keresahan yang dirasakan selanjutnya adalah ketika dihadapkan pada tugas tetapi kami pun belum paham dengan penjelasan materi yang harus kami olah. Bagi beberapa mahasiswa yang peka, mungkin akan berpikir bahwa “banyak jalan menuju roma”. Artinya, mereka akan memiliki inisiatif sendiri untuk memahami apa yang seharusnya dipelajari dan dibutuhkan. Tapi dari sekian ribu mahasiswa, ada beberapa mahasiswa legend yang harus diberi umpan dulu baru mau memancing. Pahami sendiri maksudnya lah. Hehe.

Sistem kuliah di rumah atau kuliah daring ini tentu sangat bergantung pada koneksi internet. Ketika di kondisi sekarang, mengerjakan segala kepentingan kebanyakan secara daring melalui koneksi internet. Ada dua hal utama yang menjadi problematika mahasiswa, yaitu jaringan internet kemudian kondisi ekonomi masing-masing mahasiswa. Bagi mahasiswa yang memutuskan untuk pulang ke kampung halaman (baca: daerah pelosok, pinggiran, pedalaman, ndeso) yang masih belum terjangkau dengan jaringan internet secara stabil, menjadi kesulitan untuk aktif di perkuliahan daring. Mungkin akan sedikit terbantu jika komunikasi dalam perkuliahan secara daring dilaksanakan serentak dan sudah terjadwal sejak sebelumnya. Namun yang jadi masalah adalah ketika dosen tiba-tiba muncul di grup WhatsApp tanpa pemberitahuan sebelumnya dan meminta mahasiswa untuk ikut berkontribusi kuliah di dalam grup detik itu juga. Dijamin auto kalang kabut nyari bukit mana yang harus didaki, pohon mana yang harus di panjat demi mendapatkan sinyal yang kuat.

Kemudian, yang namanya koneksi internet itu kan butuh uang untuk mendapatkannya, kecuali kalau pemerintah bikin kebijakan internet gratis. Tak bisa dimungkiri, banyak keluarga yang kondisi ekonominya menurun karena adanya pandemi ini, terlebih pengusaha kecil dan buruh harian. Sedangkan kebutuhan pokok harus tetap tercukupi. Pada kondisi yang serba daring, tentu kuota internet yang dibutuhkan pun akan lebih banyak dari biasanya. Ini menjadi keresahan mahasiswa, apalagi para mahasiswa dari keluarga kurang mampu atau mahasiswa yang bekerja sendiri dan tidak bergantung pada orang tua. Beberapa kantor memberlakukan sistem kerja di rumah dengan gaji yang lebih sedikit dari biasanya, pedagang kecil, buruh harian, tenaga freelance maupun part time tidak ada pilihan selain libur sementara atau bahkan kehilangan pekerjaan.

Kadang saya berharap ada diskon UKT. Bukankah kegiatan perkuliahan di kampus semester ini baru terlaksana sekitar separuh dari jumlah pertemuan yang seharusnya? Artinya hingga akhir semester, setengah kegiatan perkuliahan dilaksanakan di rumah secara daring. Semoga diskon UKT menjadi nyata. Hehe.

Jadi bagaimana kuliah rebahannya kawan? Sudah mulai menyesal pernah mengutuk jadwal kuliah di kampus yang padat? Semoga tetap bersyukur. Alhamdulillah.

Zena Rera (Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam IAIN Surakarta)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *