Virus ini menyerang hati dan jiwa sebelum pernafasan dan paru-paru. Gua merasa baikan setelah ‘Social Media Distancing’ hari kedua di RS. Socmed itu ICU raksasa. Runtuh mental semua orang kalau digempur berita COVID-19. Drop imunitas,Bima Arya, Walikota Bogor, Positif COVID-19

Menyoroti tentang bagaimana pandemik Corona yang disebabkan karena terpaparnya seseorang terhadap virus COVID-19, nyatanya tidak berbuntut pada sejumlah keluhan ataupun penyakit fisik semata. Melainkan lebih luas, justru dapat berimbas pada kecenderungan psikis yang mengalami kecemasan, kepanikan, maupun rasa takut berlebih akibat banjirnya informasi yang tidak benar (hoaks). Tercatat oleh Kominfo, lebih dari 300 hoaks beredar di masyarakat, terutama dalam pemberitaan yang muncul dalam situs-situs daring maupun media sosial.

Adapun penyebaran Corona virus yang terkesan cepat—bahkan sangat cepat—pada akhirnya memunculkan sejumlah kegelisahan tersendiri di masyarakat. Kita tahu bahwa sejak kemunculan virus ini pertama kali di Wuhan, Cina, masyarakat Indonesia boleh dikatakan lebih “santai” dalam menanggapinya, dibandingkan dengan negara-negara lain yang sudah melakukan antisipasi. Hingga akhirnya, diumumkan kasus pertama positif Corona di Jakarta, pada 2 Maret 2020. Dan saat tulisan ini ditulis, update terakhir pada 25 Maret 2020, tercatat di Indonesia sebanyak 790 kasus positif Corona, sembuh 31 orang, dan meninggal dunia 58 orang.

Guna memberikan tindakan pencegahan semakin meluasnya paparan virus di masyarakat, social distancing menjadi salah satu pilihan dari edaran dan protokol kesehatan yang disampaikan oleh pemerintah pusat, bahkan diperuntukkan bagi sejumlah wilayah daerah di Indonesia. Dalam tataran ini, jelas bahwa masyarakat Indonesia dengan tingkat sosialisasi dan interaksi langsung yang cukup tinggi, secara langsung harus dipaksa untuk menjaga jarak satu sama lain dan tidak saling bersinggungan fisik. Termasuk pada adanya anjuran untuk mengurangi komunikasi langsung dalam konteks kelompok atau kumpulan. Alhasil, sejumlah event, acara, ataupun beberapa momen pertemuan yang melibatkan orang banyak, secara otomatis harus ditiadakan, dan diganti dengan jejaring secara online.

Sayangnya, seiring dengan merebaknya virus Corona di masyarakat, hal lain yang mengikuti adalah merebaknya sejumlah hoaks, baik yang bersifat misinformasi maupun disinformasi. Nyatanya, banjirnya hoaks pada informasi-informasi palsu ini cukup memengaruhi pemikiran masyarakat, termasuk pula bagaimana mereka menyikapi upaya pencegaran terhadap virus Corona.

Niat hati ingin memanfaatkan media secara maksimal untuk memeroleh informasi, tetapi justru terpapar sejumlah pemberitaan yang belum jelas kebenarannya. Pada akhirnya, muncul kecemasan yang semakin tinggi pada sejumlah masyarakat, gelisah karena banyaknya korban yang tak mampu tertolong, rasa saling mencurigai satu sama lain, sampai pada kebingungan terhadap beberapa tempat yang dinyatakan lockdown tegas karena memasuki zona merah penyebaran COVID-19.

Untuk tataran yang lebih dramatis lagi, entah memang ‘sembrono’ untuk tidak mengindahkan anjuran pemerintah, atau justru untuk menghilangkan kepanikan yang berlebih, ada pula sejumlah masyarakat yang terlanjur merasa enggan dan apatis terhadap informasi. Akhirnya, ketika ada kasus ketika salah seorang sedang menjalani proses ODP, pihaknya tidak melakukan isolasi mandiri, bahkan dengan senang hati keluar rumah untuk berkumpul dalam sebuah hajatan sehingga mengakibatkan masyarakat di sekitarnya sebanyak 17 rumah harus diisolasi mandiri untuk tidak diperbolehkan keluar rumah. Fix, keduanya sama-sama tidak menguntungkan.

COVID-19 memang saat ini menjadi ancaman. Poinnya, yang menjadi permasalahan dalam meluasnya pandemik ini tidak semata persoalan kesehatan saja. Jika kemudian rasa was-was dan kepanikan menjadi aspek psikis yang cukup berimbas, bahkan mengakibatkan psikosomatis sehingga imunitas tubuh menjadi turun, maka dalam ranah komunikasi, apa yang seharusnya dapat diselesaikan sebelum kepanikan global masyarakat semakin menjadi.

Agaknya pernyataan Bima Arya, Walikota Bogor, sekaligus pasien positif COVID-19, dalam postingan pesannya, jelas mengetuk sisi lain bahwa yang kita butuhkan saat ini bukan hanya social distancing maupun self distancing saja, melainkan social (media) distancing. Tidak hanya berjarak dalam hubungan sosial melalui isolasi diri, tetapi juga berjarak secara sosial dengan masyarakat daring (cyber society) dan media yang kita gunakan untuk berjejaring. Tidak harus memotong penggunaan media sosial dan situs daring—jika kita memang benar-benar membutuhkan sebagai sumber informasi—melainkan membatasi dan lebih berliterasi dalam menggunakannya agar tidak mengalami banjir informasi.

Internet nyatanya menjadi teknologipenghubung dalam komunikasi langsung termediasi komputer paling hebat saat ini. Cyber platform apapun yang digunakan dalam berjejaring, secara mudah mampu memberikan sumber informasi bagi para penggunanya. Dalam hal ini, tak jarang media massa konvensional juga menggunakan sarana siber dan digital guna bertarung dalam mempertahankan eksistensinya dalam persaingan industri media saat ini.

Wajar jika kemudian masyarakat merasa dimudahkan dengan adanya share informasi melalui media daring. Namun demikian, nyatanya perkara literasi masih menjadi momok yang seharusnya tidak kontra produktif dengan pola penggunaan media online pada sebagian besar masyarakat Indonesia. Buktinya, untuk masalah persebaran Corona virus ini sendiri, hoaks yang tercatat oleh Kominfo dapat dibilang cukup besar.

Bima Arya mungkin hanya satu contoh dari contoh-contoh lain yang seharusnya mampu lebih bersuara. Sah-sah saja sebenarnya untuk menggunakan media online sebagai sumber informasi. Namun demikian, perlu adanya literasi dalam melakukan share melalui saring informasi. Masyarakat harus cerdas dalam memilah pada medium dan media apa yang mereka gunakan. Jangan sampai, tidak hanya Corona yang membahayakan kita, melainkan justru berita hoaks yang mengancam dan mematikan kita semua.

Tetap patuhi protokol yang disampaikan oleh pemerintah dalam upaya pencegahan virus COVID-19. Stay safe dan tetap tinggal di rumah, kecuali benar-benar ada urusan yang sangat mendesak untuk keluar dari rumah. Jaga kebersihan dan kesehatan. Dan tentunya, saring untuk share informasi yang bermanfaat agar kita senantiasa berpikir positif. (Rhesa Zuhriya Briyan Pratiwi, dosen Prodi KPI IAIN Surakarta)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *