Sabtu, 18 September 2021 Prodi KPI adakan acara bertajuk wedangan virtual dengan tema “Kiat Menjadi Mahasiswa Produktif, Berprestasi Dan Lulus Tepat Waktu”. Acara tersebut dihadiri kaprodi-sekprodi KPI dan dua narasumber yakni Nurudin (UMM) serta Nugroho Adhi (Tempo Media Group). Bekerjasama dengan HMPS KPI, acara wedangan virtual diikuti 150 mahasiswa.
Agus Sriyanto, kaprodi KPI, menyampaikan dalam sambutannya bahwa acara ini diniatkan sebagai bentuk silaturahmi prodi KPI dengan mahasiswa KPI semester satu. Dengan menghadirkan narasumber berpengalaman, diharapkan mahasiswa dapat termotivasi sehingga mampu menjadi mahasiswa yang produktif dan berprestasi. Selain itu, mahasiswa diharapkan sejak semester satu sudah tahu arah mana yang hendak dituju.
Nurudin, dosen UMM yang sangat produktif menulis buku-buku komunikasi, di awal pemaparannya bercerita tentang sosok Valentino Rossi. Dari kisah Rossi, ia menyimpulkan bahwa sehebat apapun fasilitas dari kampus, dari orang tua, kalau tidak punya gairah untuk maju, seorang mahasiswa tidak akan sukses. Ia menenkankan pentingnya kesadaran dan kemauan kuat yang tumbuh dari dalam diri mahasiswa
Ia juga menjelaskan filosofi kendi. Ia sampaikan, kendi yang diisi teh akan keluar teh, diisi kopi keluar kopi. Artinya, mahasiswa semester satu harus mengisi “kendi” masing-masing. Isi dengan hal-hal baik dan bermanfaat. Jangan biarkan kendi itu kosong dan tak ada air yang bisa dituang.
Nurudin lalu menunjukkan gambar seseorang yang sedang berenang. Menurutnya, orang bisa berenang bukan hanya karena bakat, tapi karena latihan keras terus menerus. “Jangan terlalu percaya bakat. Lebih penting dari bakat adalah menjadi pribadi tangguh agar kita jadi mahasiswa unggul,” kata Nurudin.
Pemaparan Nurudin disambut pertanyaan oleh seorang mahasiswa: sesuai dengan analogi kendi yang bapak sampaikan, bagaimana cara menuangkan pemikiran yang kita peroleh dengan baik dan tidak berbelit. Karena sebelumnya banyak gagasan yang sudah saya peroleh namun sulit sekali menuangkannya dalam bentuk tulisan. Apakah ada kiat2 khusus?
“Sampai saat ini saya tetap membaca cerpen dan novel. Agar tulisan saya tidak kaku dan kering. Itu penting. Bahkan, ada satu buku saya yang lahir di warung kopi. Di warung kopi saya merasa terus diingatkan: sasaran saya adalah mahasiswa, maka jangan menulis ndakik-ndakik,” jawab Nurudin.
Pada sesi kedua, Nugroho Adhi bercerita pengalamannya yang kerap menggunakan gadget untuk menyimpan ide-ide. Begitu ide dan gagasan datang, ia langsung mencatat di gawai. Suatu saat, ide itu akan mewujud jadi karya. Hari ini kemajuan teknologi sangat memudahkan kita.
Nugroho juga mengatakan di media sosial yang kini marak dipakai anak muda kita bisa menuangkan gagasan. Tidak hanya media mainstream seperti koran dan majalan. Media sosial nyatanya bisa mempengaruhi orang. Tiktok sekalipun.
Mahasiswa juga bisa menulis di media daring. Salah satu yang bagus adalah Mojok. Di sana mahasiswa bisa belajar menulis dan mengirimkan tulisan. Nugroho berpesan jangan putus asa ketika tulisan ditolak. Menjadi penulis harus gigih.
Begitu juga ketika mahasiswa hendak jadi wartawan. Hari ini, wartawan tidak hanya dituntut bisa menulis dengan baik, tapi juga memotret, mengopimalkan kamera. Nugroho lalu bercerita pengalamannya menjadi wartawan Tempo. Ia juga menjelaskan perkembangan terkini industri media di Indonesia.
Muncul sejumlah pertanyaan di sesi tanya jawab. Salah satunya: Bagaimana cara membuat tulisan kita itu lebih hidup dan lebih mudah dipahami dan dapat tersampaikan sesuai pemikiran kita?
Nugroho menjawab, seorang penulis harus banyak berlatih. Media sosial memberi kemudahan. Ia mencotohkan Instagram bisa jadi sarana latihan. “Coba buat caption Instagram sebagus mungkin, sebaik mungkin. Tertata kalimatnya, mengalir narasinya. Itu sudah termasuk latihan menulis,” pungkasnya.