Sragen – Syafawi Ahmad Qadzafi, Dosen Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Ushuluddin dan Dakwah (FUD) UIN Raden Mas Said Surakarta, beri penguatan literasi digital untuk santri se-Jawa Tengah (30/7) di Pondok Pesatren An-Najah, Gondang, Sragen.

Acara ini diselenggarakan atas kerja sama antara Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) PBNU dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Acara berlangsung semarak dengan dihadiri ratusan santriwan maupun santriwati, baik secara luring maupun daring.

Keberadaan konten hoaks, radikalisme/ekstremisme, sampai dengan penipuan yang membanjiri dunia digital hari ini, perlu direspons dengan baik, terutama bagi para santri. Oleh sebab itu, bersama dengan H. Mucus Budi (Pemred Detik Jateng) dan Mira Sahid (Wakil Ketum GLND Siber Kreasi), Qadzafi menekankan kepada para santri untuk saleh digital.

“Santri harus menyambut perkembangan teknologi informasi digital. Apalagi santri merupakan kelompok belajar yang paling adaptif di Indonesia, sehingga mereka harus terjun. Ini hal yang sudah dan terus dilakukan,” kata Syafawi Ahmad Qadzafi.

Apalagi, masih menurut Qadzafi, santri punya otoritas tinggi ketika bicara mengenai agama sekaligus jadi garda terdepan untuk melawan segala macam pesan-pesan diskriminasi dan radikalisme agama.

“Kalau santri dulu cuma posting (di media sosial) jalan-jalan saja, ya sekarang mulai postinglah kegiatan-kegiatan di pondok. Postinglah apa yang tadi guru sampaikan, kemudian bikinlah status, bikinlah utas di Twitter, bikinlah caption di Instagram. Bukan hanya sebagai pengingat bagi santri, tapi juga jalan dakwah. Karena itu salah satu bagian dari menangkal radikalisme lewat konten digital,” tambah Qadzafi.

Hanya saja, Qadzafi mewanti-wanti, untuk tahap awal para santri yang masih berada di pondok pesantren sebaiknya tidak buru-buru untuk terjun menjadi agen-agen digital secara individu. Ada baiknya, para santri ini berkumpul dan berserikat untuk membangun sebuah kanal media sendiri.

Qadzafi juga menunjukkan bahwa ada banyak media online yang diciptakan oleh santri. Ada NUOnline, Islami.co, Arrahim, IslamSantun.org, dan lain sebagainya.

“Biarkan yang terjun sebagai individu adalah para santri yang sudah lulus dari pesantrennya, bagi yang belum. Belajarlah dulu yang rajin. Baru ketika bahan amunisimu sudah cukup, lakukan kampanye damai dan warnai konten-konten digital di Indonesia,” tutup Qadzafi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *