“Sebagai jurnalis kita dituntut untuk punya prinsip cover both side, keberimbangan, tapi hal tersebut jangan dipraktikkan secara semu. Karena pada dasarnya elemen penting dari jurnalisme adalah loyal terhadap masyarakat.”

Begitu ujar Syafawi Ahmad Qadzafi, M.A., Dosen Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), Fakultas Ushuluddin dan Dakwah (FUD), Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta dalam acara Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) II Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Gema Keadilan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (UNDIP) pada 12 Maret 2022 secara daring.

Qadzafi juga menyampaikan bahwa jurnalis dan media massa sebenarnya mengemban amanah khusus untuk mengadvokasi pihak-pihak yang lebih lemah dalam kehidupan bermasyarakat, makanya keberpihakan dinilainya juga punya peran penting.

“Ambil contoh Pers Mahasiswa, teman-teman tentu akan membela kepentingan mahasiswa daripada kepentingan lainnya. Mengadvokasi hak-hak teman-teman kalian sesama mahasiswa. Nah, itulah yang saya maksud dari menerapkan cover both side tidak secara semu,” ujarnya dalam acara yang dihadiri secara online oleh sedikitnya 60 mahasiswa.

Dosen yang pernah menjadi jurnalis di Tirto.id dan redaktur di Mojok.co ini juga menyampaikan bahwa cover both side harus dipahami sebagai upaya verifikasi, bukan sebagai upaya menyuarakan semua versi ke dalam berita.

“Dalam sejarahnya saja Tirto Adhi Soerjo, Bapak Pers Nasional kita saja, ketika membuat media massa Medan Prijaji punya keberpihakan jelas terhadap pribumi daripada pemerintahan Kolonial Hindia Belanda pada era itu,” tambah dosen asli Yogyakarta ini.

Keberpihakan ini juga nantinya akan berpengaruh pada pilihan-pilihan diksi dalam penulisan berita.

“Ketika ada acara bentrok dalam demonstrasi antara mahasiswa dengan aparat misalnya, lalu terjadi penangkapan, maka media yang lebih berpihak ke aparat akan menggunakan kata ‘diamankan’, sedangkan media yang lebih berpihak ke massa demonstran akan menggunakan diksi ‘diciduk’,” tambah Qadzafi.

Qadzafi menegaskan bahwa netralitas dalam media massa sebenarnya merupakan jebakan bagi prinsip cover both side, “Karena dalam real life, struktur sosial antar-masyarakat itu tidak seimbang, makanya kemudian jurnalisme datang untuk menjembatani ketimpangan struktur itu dengan berita-berita yang lebih berpihak pada golongan masyarakat yang lebih lemah.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *